Selasa, 11 Februari 2020

Anregurutta Ambo Dalle Tokoh Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan


Resensi Buku (Bagian 2)
Peresensi Buku : Suherman Syach
Judul Buku : Anregurutta Ambo Dalle: Maha Guru dari Bumi Bugis
Penulis Buku : H. M. Nasruddin Anshory Ch.
Penerbit : Tiara Wacana Yogyakarta
Tahun Terbit : 2009
Tebal : 180 halaman





Kharismah gurutta Ambo Dalle menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk datang ke Mangkoso menuntut ilmu agama Islam. Waktu yang relatif singkat, MAI Mangkoso berkembang dengan pesat. Anregurutta mengelola MAI mengacu pada realitas sosial budaya masyarakat. Karena masyarakat berhadapan dengan masalah moral, maka gurutta lebih fokus pada pengajaran akhlak berdasarkam Al- Quran. Selain al- Quran sebagi referensi utama, diajarkan juga tafsir, hadist, tauhid, fiqih, ushul fiqih dan sejarah Islam. Anregurutta berhasil memimpin pesantren dengan prinsip melaksanakan pembaruan nilai Islam dengan tidak meninggalkan khasanah budaya Bugis. Di arena kultur dan tradisi bugis, Anregurutta bisa menerjemahkan agama Islam secara pas dengan memunculkan simbol baru yang diterima semua kalangan.





Pada bagian keempat, penulis membahas terkait sejarah berdirinya salah satu organisasi berpengaruh di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan, yaitu DDI. Singkatan dari Darud Dakwah wal- Irsyad. DDI merupakan perwujudan pengembangan MAI Mangkoso. Nama DDI adalah permufakatan alim ulama ahlisunnah wal jamaah di bawah kepemimpinan Anregurutta Ambo Dalle. Melalui DDI, Anregurutta menyatukan seluruh potensi MAI yang ada di daerah dan menatanya untuk membenahi sepak terjang umat Islam bagi masa depan Sulawesi Selatan. Pada bagian ini, penulis mengisahkan bagaimana situasi sulit di tengah berdirinya DDI, yaitu terjadinya pembantaian yang dilakukan pasukan Westerling di Sulawesi Selatan.





Pada bagian keenam dari buku ini, penulis mengisahkan dinamika dan peristiwa yang terjadi dalam organisasi DDI. Termasuk rentetan peristiwa yang dialami DDI ketika Anregurutta berada di dalam hutan kurang lebih 8 tahun lamanya. Selama ditinggalkan Andregurutta, DDI telah melakukan empat kali muktamar. Peristiwa yang mengharukan terjadi pada muktamar DDI ke- 10 pada tahun 1965, ketika Anregurutta kembali dari hutan dan terpilih kembali memimpin DDI. Muktamar ini sempat disabotase oleh orang-orang PKI kala itu. Pada muktamar berikutnya, penulis menggambarkan jika dalam tubuh DDI mulai muncul persaingan pengaruh. Khususnya bagi tokoh DDI yang terlibat politik praktis. Salah satu isu yang diperdebatkan dengan sangat alot adalah masalah lambang DDI.





Pada bagian akhir buku ini, penulis membeberkan keberhasilan dan pengaruh Anregurutta Ambo Dalle dan DDI dalam mengemban visi pendidikan, dakwah dan sosial di Indonesia. Mengutip pernyataan K.H. Syamsul Bahri, seorang santri dan sahabat Anregurutta Ambo Dalle menyatakan bahwa DDI telah tersebar ke 14 provinsi di Indonesia dengan berbagai lembaga pendidikan berbentuk pesantren atau pun madrasah. Selain madrasah, DDI juga telah mendirikan perguruan tinggi Islam, Univeraitas DDI yang berpusat di Parepare. Fakultas Tarbiyah UI DDI dibentuk di Pinrang dan Fakultas Syariah di Mangkoso. Sementara, Fakultas Tarbiyah di Parepare di integrasikan menjadi Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin. Ini lah menjadi cikal bakal IAIN Parepare yang ada hari ini.





Buku ini terasa sempurna karena dikuatkan dengan kata pengantar dan epilog dari tokoh terkemuka yang juga bagian tak terpisah dari DDI, yaitu Prof. K.H. Alie Yafie, Prof. Dr. Nurhayati Rahman dan Dr. Anhar Gongong. Ketiga tokoh ini memberikan penguatan dari fakta dan peristiwa sehingga menambah khasanah pengetahuan yang tertuang dalam buku ini. Kekurangan buku ini karena penulis buku seringkali mengungkapkan fakta sejarah secara berulang dan tidak menguraikannya secara sistematik, sehingga menimbulkan kebingungan pembaca dalam memahami sejarah dan peristiwa. (Terakhir)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar